PADANG ( indomen ) ---Firdaus Abie, seorang jurnalis dan pegiat literasi, menekankan pentingnya menjaga, merawat dan memelihara bahasa daerah agar identitas lokal tidak punah.
“Bahasa daerah adalah salah satu identitas lokal. Saat ini, bahasa daerah sudah banyak yang punah, khusus bahasa Minang berstatus sangat terancam,” kata Firdaus Abie, ketika menjadi narasumber Bincang Sore Ramadan, diadakan Rumah Baca Anak Nagari (RBAN) secara live melalui akun Instagram rumah baca tersebut, Jumat (7/3) sore.
Makanya, Firdaus Abie mengimbau, dibutuhkan langkah nyata untuk menahan laju kepunahannya, walau berlahan dan pasti, sudah banyak kosa kata Minang tidak lagi dituturkan masyarakat saat ini.
Bincang Sore Ramadan merupakan program rutin Rumah Baca Anak Nagari (RBAN) secara live. Berlangsung setiap hari selama Ramadan. Kegiatan Ramadan kali ini merupakan tahun kelima. Setiap hari berganti tema, tetapi garis besarnya terkait dengan pengembangan literasi, pengelolaan rumah baca, pembinaan anak usia dini serta hal lain yang terkait dengan upaya mempersiapkan generasi muda cerdas dari lingkungan yang sehat.
Anak Padang pemegang sertifikasi Wartawan Utama itu menyebutkan, bahasa daerah merupakan bukti nyata dari keberagaman budaya, serta aspek utama sebuah identitas suatu masyarakat. Tidak berlebihan pula kalau kemudian disebutkan bahwa menjaga, merawat dan memelihara bahasa daerah adalah menjaga kekayaan budaya lokal.
Ia kemudian membeberkan data dari Unesco bahwa sudah lebih dari 2.500 bahasa di dunia yang punah, 100 diantaranya bahasa yang ada di Indonesia. Kemudian, dalam 20 tahun belakangan, sudah ada lebih dari 200 bahasa yang punah, kemudian 607 bahasa diantaranya berstatus tidak aman.
Firdaus Abie kemudian mengutip Prof Hasanuddin, saat masih Dekan FIB Unand, bahasa Minang masuk kategori; Sangat Terancam.
Banyak faktor mengapa sebuah bahasa bisa punah. Hal utama karena penuturnya berkurang. Bisa juga karena bencana besar atau perang. Penurut berkurang juga bisa karena kehidupan yang sudah global. Percampuran antar budaya. Keluarga muda menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian di keluarganya. Ada yang memandang, menggunakan bahasa daerah sudah terbelakang, sehingga penggunaan bahasa tersebut berkurang, berlahan dan pasti satu persatu kosa katanya mulai hilang.
Saat bincang yang dipandu Sry Eka Handayani, Founder Rumah Baca Anak Nagari dan penerima Anugerah Nugra Jasadharma Pustaloka dari Perpustakaan Nasional, tahun 2021, Firdaus Abie membeberkan beberapa kata yang sudah hilang dalam bahasa keseharian jika berkomunikasi dalam bahasa Minang saat ini.
“Itu hanya sebagian kecil yang tercatat oleh saya,” katanya menyebutkan kata-kata yang punah, menjawab pertanyaan audiens.
Ia kemudian menyebutkan, salah satu langkah paling praktis menahan laju kepunahan bahasa daerah, tidak bisa dipisahkan dari kebijakan pemerintah, atau institusi tertentu, secara khusus di dunia pendidikan lantaran mereka yang berhubungan langsung dengan “pemakaian” bahasa tersebut untuk saat ini dan masa depan.
Ia memberikan contoh, ada beberapa daerah di Sumbar yang mulai memberikan perhatian, sehingga kurikulum muatan lokalnya difokuskan kepada identitas lokal tersebut, khususnya bahasa daerah. Artinya, pada lingkungan tertentu, perlu “dipaksakan” menggunakannya.
“Pemaksaan” tersebut diilustrasikannya seperti halnya diawal larangan merokok di ruangan publik. Mulanya memang sulit, malahan tak sedikit yang cuek merokok di atas kendaraan umum, ruangan tunggu dan sebagainya, kemudian orang akan menatap mereka yang seenaknya merokok. Belakangan sudah banyak yang malu jika merokok di ruangan publik tersebut.
“Ketika belum bisa dimasukkan sebagai kurikulum, bisa saja dijadikan Ekskul wajib, atau ada hari tertentu yang diharuskan berbahasa daerah. Kalau pun terpatah-patah menggunakannya, terus saja, lambat laun akan menjadi terbiasa. Dipaksakan tak akan masalah, sebagai ini untuk pembelajaran juga,” jelas Firdaus Abie sembari menyebutkan, jika dipelajari maka Insya Allah tidak ada yang tidak bisa. ( Rilis
BalasTeruskan |
0 Komentar